Selasa, 08 November 2016

The K2 - Episode 5 Part 1


Melihat bayangan mencurigakan di dekat kamar Anna, Je Ha mencoba menghubungi Mi Ran tapi tidak mendapatkan jawaban karena dia sudah tidur. Je Ha terpaksa masuk menuju ke atap dekat kamar Anna untuk memeriksa.

Dengan lincah, dia melompati pagar dan mengendap – endap menuju atap.


Tapi kekhawatiran Je Ha ternyata sia – sia, bayangan mencurigakan itu adalah bayangan Anna dan seekor anak kucing. Anna memakan ramen kering sebagai camilan dan duduk termenung disana.

Je Ha menghela nafas lega.


Kucing mengeong dikaki Anna meminta makanan. Anna menolaknya dengan menggumam pada si anak kucing, mie –nya terlalu keras untuk. Lagipula dia sendiri tengah kelaparan.

Anna terpaksa memberikan sebagian kecil dari mie ramennya. “Rasanya enak kan?” dia lalu membelai bulu kucing itu dengan lembut. 
Je Ha tersenyum melihat interaksi antara kucing itu dan Anna.




Terdengar suara kucing lain, Anna memerintahkan si anak kucing untuk pergi karena ibunya sudah mencarinya. Setelah anak kucing itu pergi, Anna tampak sedih dan meneteskan air mata. 

Rupanya ia mengingat kejadian semasa kecil ketika ia memberikan botol obat tidur pada ibunya. Anna terus menangis. Dan menangis.



Lama kelamaan, Je Ha iba memperhatikan Anna yang menangis. Ia menemaninya dari kejauhan dan sesekali ia menengok memperhatikannya.

Je Ha terus menunggu Anna sampai dia kembali ke kamarnya. Dia bahkan masih melongoknya dari jendela untuk memastikan.


Anna melongok ke kamarnya dan melihat ke arah CCTV. Dia kemudian menarik tali pengikat guling yang tersembunyikan dibalik selimut. Setelah guling itu berhasil ia ambil, ia baru –lah berjalan menuju ranjangnya.


Je Ha penasaran dengan benda yang ditarik oleh Anna. Ia pun masuk dari lubang jendela dan menemukan sebuah guling yang diikat dengan kabel. Sepertinya Anna menggunakan benda itu untuk mengecoh bodyguardnya dan keluar dari kamar. Je Ha tersenyum geli mengetahui tingkah kekanak - kanakan Anna.


Je Ha berniat pergi setelah bisa memastikan Anna terbaring di ranjang. Tanpa sengaja, dia menemukan foto masa kecil Anna bersama Ibu dan Ayahnya. Difoto tersebut mereka tampak seperti keluarga kecil yang bahagia. Sangat bertolak belakang dengan kondisi keluarganya saat ini.

Je Ha lagi – lagi menoleh ke kamar Anna, melihatnya dengan tatapan kasihan.
-oOo-


Keesokan harinya, Mi Ran menemukan panggilan tak terjawab dari K2. Dia langsung gelojotan nyesel semalam tidurnya pulas banget. Setelah cukup lama gelojotan gaje, Mi Ran baru sadar dan tersenyum penasaran karena pikirannya liarnya. Untuk apa kira – kira Je Ha menelfonnya tengah malam?
Dia bangkit dari ranjangnya dan bergegas menuju dapur. Setelah menemukan rantang, ia pun meminta Ahjumma untuk mengisi rantangnya dengan makanan.


Mi Ran berdandan dan juga mengenakan pakaian feminim menuju tempat Je Ha berjaga. Dia dengan ramah mengucapkan salam tapi ternyata yang ada disana hanya K1 saja. K1 tersenyum ramah dan memanggilnya J4 tapi Mi Ran menanggapi dengan acuh tak acuh. Dia celingukan mencari – cari keberadaan Je Ha.




Karena Je Ha sedang pergi maka terpaksa Mi Ran memberikan bekalnya pada K1. Kemudian ia menanyakan keberadaan Je Ha.

“Oh, Aku rasa ada hal mendesak. Setelah absen, dia langsung pergi.”

Mi Ran menebak kalau K2 mungkin kelelahan setelah berjaga semalam.




K1 membenarkan. Dia kemudian bertanya apakah kondisi diluar sangat panas? Dia melihat dari kamera kalau sepertinya Mi Ran kepanasan. Apa mungkin kondisi tubuhnya sedang tidak baik hingga merasa kepanasan?

Mi Ran sempat kebingungan mendengar pertanyaan K1 tapi kemudian ia ingat, semalam ia menggunakan pakaian tipis dan berlagak kepanasan di depan CCTV sampai melepas kancing baju atasnya.
Sontak Mi Ran marah, harusnya K1 memperhatikan Nona Muda bukannya malah melihatnya. Dia berniat mengambil rantang makanan namun K1 menahan tangannya. Mi Ran bergidik ngeri dan mengusap tangannya jijik, dia memperingatkan agar K1 membersihkan wadah makanannya sebelum dikembalikan. Ia pun buru – buru pergi.
K1 melongo karena sikap berlebihan Mi Ran, kenapa?


Ditempat lain, Gwan Soo bersama rekan – rekannya sedang makan setelah selesai bermain sepak bola. Mereka memujinya yang tampak penuh energi. Gwan Soo merendah, bagaimana mungkin dia tak memasukkan bola yang sudah mereka atur? Kalau sampai tidak gol, bagaimana mungkin dia bisa punya anak?

“Jadi, Kau akan menjadi seorang ayah di usiamu  ini, Pak!” ledek mereka.


Gwan Soo meminta mereka menghentikan guyonan ini dan melanjutkan acara makan mereka.

Dia kemudian membahas mereka yang tampak kelelahan, ia menyarankan agar mereka semua meminum vitamin D. Gwan Soo telah menyiapkannya dan mereka bisa mendapatkannya dengan gratis.

Tentu saja mereka semua senang “Terimakasih, Pak!”




Dan saat dibagikan, Vitamin D yang dimaksud oleh Gwan Soo adalah gepokan uang. Salah satu diantara mereka tampak tidak puas mendapatkan jumlahnya, dia meminta lebih pada pegawai Gwan Soo.

Pegawai Gwan Soo menolaknya, dia bisa kehilangan pekerjaan.


Gwan Soo mendengar komplain Parlemen Kim. Dia tanpa ragu menyuruh anak buahnya untuk menambahkan uangnya sesuai permintaan Parlemen Kim. Parlemen Kim sumringah dan menunjukkan tanda hati menggunakan tangannya, “Aku mencintaimu, Pak!”




Setelah Parlemen Kim pergi, Anak Buah Gwan Soo memberitahukan kalau Choi Sun Ja meninggal dunia. Gwan Soo ingat kalau Choi Sun Ja adalah Bibi Yoo Jin. Anak Buahnya menyarankan agar Gwan Soo tak perlu datang ke rumah duka.

Gwan Soo tetap ingin datang, dia tak mau melewatkan kesempatan untuk melihat kedukaan Yoo Jin.

Tanpa keduanya sadari, ternyata Je Ha tengah memata – matai mereka dari kejauhan.
Sekretaris Kim mendandani Yoo Jin sebelum menuju rumah duka. Dia menawarkan agar memilih salah satu dari pakaian yang sudah disiapkan. Yoo Jin tak perduli, toh semua pakaiannya sama – sama terlihat sedang berkabung semua.
“Apa mereka yang tidak punya anak akhirnya akan seperti itu? Dia menikah seperti mendapat keberuntungan besar, tapi akhirnya meninggal sedirian dengan kehidupan yang menyedihkan.” Ucap Yoo Jin membahas tentang Bibinya.
Sekretaris Kim pikir Yoo Jin telah merawat Bibinya dengan baik ditahun – tahun terakhir jadi hidupnya tak semenyedihkan itu. Yoo Jin mengelak karena dia melakukan semua itu dengan harapan mendapatkan saham JB Grup.

“Itu tak benar. Tolong jangan bicara seperti itu. Kaian berdua sungguh-sungguh saling peduli satu sama lain.” pinta Sekretaris Kim.


Yoo Jin tersenyum miris, dia cuma merasa simpati. Dia bahkan tak memiliki seorang keponakan.


Je Ha menuju ke kantor JSS dan berpapasan dengan Ketua Joo. Ketua Joo bilang kalau ia berniat menemui Je Ha. Dia menyuruh Je Ha untuk ikut dengannya.

“Hah? Tunggu, mau pergi kemana kau?” tanya Je Ha.


Dalam perjalanan, Ketua Joo bertanya apakah semua aman – aman saja. Je Ha mengaku hanya melihat Gwan Soo memberikan uang suap pada kroni – kroninya. Ketua Joo memintanya untuk bersabar kalau mengurusi masalah balas dendam. Ia kemudian memberikan sesuatu pada Je Ha, mereka harus terlihat sopan ketika menghadiri pemakaman.




Sesuatu yang diberikan oleh Ketua Joo sepertinya hanyalah alat komunikasi. Keduanya turun di jalan masuk kuil, Ketua Joo bertanya pada anak buahnya yang menunggu diluar kuil.

Petugas kuil menutup jalan masuk dan tidak mengizinkan orang luar datang. Hanya orang yang diundang bersama supir serta seorang asisten saja.  




Tak lama berselang, sebuah mobil yang ditumpangi oleh Gwan Soo datang. Ia diizinkan masuk karena membawa undangan.

Je Ha memperhatikan gerak – geriknya dari kejauhan.



Dalam perjalanan, Se Joon menebak kalau Istrinya pasti bahagia karena saham bibinya akan dilimpahkan padanya. Meskipun tampak tak terlalu suka dengan ucapan Se Joon, Yoo Jin tidak mempermasalahkannya. Dia berkata kalau Paman dan Anaknya mungkin tak akan menyerahkan sahamnya begitu saja.

“Tapi.. putranya bukanlah anak bibimu.”

“Entahlah, lagipula anak laki – laki biasanya lebih menyedihkan.” Ucap Yoo Jin.

JSS mencoba memeriksa keamanan dikuil namun rupanya perimeter keamanannya sangatlah ketat.


Ketua Joo langsung menghampiri Se Joon dan Yoo Jin saat keduanya datang. Dia menyarankan agar keduanya pergi karena mereka tak membiarkan JSS masuk. Disana mereka telah menempatkan keamanan dari organisasi keuangan international.


Se Joon mendesis kesal karena mereka bertindak seperti dalam film mafia saja. Yoo Jin tak memperdulikannya dan menyuruh mereka tetap masuk.

Ketua Joo tentu melarang, JSS tak akan bisa bertindak jika terjadi perselisihan. 


Yoo Jin tersenyum sinis, toh kalaupun terjadi perselisihan bukan berarti mereka akan mencoba membunuhnya dan Se Joon. Dia tetap ingin masuk.


Akhirnya Ketua Joo membiarkan keduanya masuk dengan Je Ha sebagai pengawalnya.


Setelah selesai memberikan bersembahyang, Se Joon dan Yoo Jin keluar dari kuil. Je Ha menghampiri mereka dan dengan hormat memberikan salam pada Se Joon. Ia memberitahukan bahwa Yoo Jin menerima panggilan dari rumah.

Yoo Jin menyuruh Se Joon jalan duluan.




Tapi ternyata Je Ha bohong dan buru – buru meletakkan sebuah alat di tas Yoo Jin. Dia menyuruhnya untuk menekan tombol jika ada sebuah kejanggalan sehingga ia mengetahui situasinya. Kalau dia merasa dalam bahaya, maka tekan tombolnya dua kali.

“Dan jika aku menekannya?”

“Siapa yang tahu?” jawab Je Ha.
Saat Yoo Jin memasuki ruang perkumpulan keluarga duka, ruangan itu segera dikunci. Yoo Jin tampak waspada melihat gelagat mereka. Sung Won menyapa dengan panggilan Noona tapi orangtua disana langsung menegurnya agar menjaga sikap.


Rekan  Je Ha penasaran dengan apa yang ia berikan pada Yoo Jin. Je Ha dengan enteng mengatakan kalau dia memberikan pulpen. A MJ-7081. Bagus untuk menulis dan mereka tak perlu khawatir ketika ada gangguan. Sayangnya alat itu tak bekerja dengan baik jika jaraknya terlalu jauh.

Rekan Je Ha menatapnya, seolah dia sedikit kagum dengan cepatnya Je Ha dalam menanggapi masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar