Minggu, 06 November 2016

The K2 - Episode 2

PART 1
An Na kembali melarikan diri dan sisi lain tak jauh dari tempat An Na melarikan diri, kita melihat sebuah peragakan busana yang berjalan dengan sukses. Si desainer kemudian muncul dan berdiri diantara para modelnya. Karena peragaan busananya sukses, si desainernya pun pergi bersama dua modelnya untuk bersenang-senang. Tepat di persimpangan, mobil yang si desainer tumpangi hampir menabrak An Na yang hendak menyebrang.
Melihat sinar cahaya mobil, membuat An Na teringat kembali ketika dia dibawa ke kantor polisi untuk memberi kesaksian atas kasus meninggalnya sang ibu. Saat itu ada banyak wartawan yang hendak menanyainya dan terus mengambil gambarnya, sampai-sampai cahaya blitz kamera mereka membuat An Na silau dan pusing.
Mengingat semua itu membuat An Na ketakutan. Di depan polisi, An Na kecil tak mau memberitahukan apa yang sebenarnya dia lihat pada malam itu. Dia tak mau memberitahu penyebab ibunya mati.
Apa yang sebenarnya terjadi? Pada malam sebelum ibunya meninggal, ibunya meminta An Na mengambilkan obat tidur.
An Na ketakutan, sampai-sampai dia pipis saat di interogasi polisi dan dokter. Pada polisi dan dokter itu, An Na mengaku kalau dialah yang sudah membunuh ibunya. An Na mengatakannya sambil menangis.
An Na dewasa masih tidak bergerak dari tengah jalan dan itu membuat si desainer dan modelnya turun. Namun mereka tak berani mendekati An Na, si desainer malah mengambil foto An Na dengan ponselnya, dia menyebut An Na adalah dewinya. Tak mau mendapat masalah, dua model itu mengajak si desainer masuk ke dalam mobil lagi.
An Na sendiri masih gemetar dan ketakutan, dalam ketakutannya dia berkata kalau dia tidak membunuh ibunya. Seorang nenek kemudian menghampiri An Na dan membawa An Na ke pinggir jalan. Si desainer pun pergi dengan mobilnya, namun di dalam mobil dia terus memandangi foto An Na dan tak menghiraukan dua model yang ada di sampingnya.
“Aku tidak membunuhnya,” ucap An Na dan mendengar itu, si nenek pun langsung melepaskan An Na. Dia membiarkan An Na pergi sendiri. Si nenek terlihat ketakutan setelah mendengar apa yang An Na katakan.
Kembali ke Korea, dimana Je Ha sudah sampai di terminal dan lagi-lagi dia menghindari kamera CCTV. Dia juga menghindari polisi yang sedang berpatroli.
Di toilet, ada dua pria yang memakai seragam militer. Sambil berganti baju, salah satunya mengeluh karena awal pelatihan mereka jadi sulit di jalani dan yang satunya menjawab kalau itulah alasan pria dari Korea Utara kabur. Pria yang mengeluh tadi kemudian menyadari kalau dia kehilangan seragamnya.
Siapa yang mengambil seragam pria itu? Ternyata Je Ha lah yang mengambil. Dia menggunakan seragam itu untuk bisa keluar dari terminal dan pantauan polisi yang berjaga.
Yoo Jin diberitahu kalau mereka kehilangan jejak Je Ha dan tentu saja hal itu membuat Yoo Jin marah, namun cara dia mengungkapkan rasa marahnya, tetap dengan cara yang lembut. Kepala Jo yang ikut menghadap kemudian memberitahu Yoo Jin kalau Je Ha memang tidak bisa ditangkap, karena dia adalah orang yang pernah dia latih di Pasukan Khusus, bahkan Pasukan JSS tidak akan bisa menangkapnya.
“Ini mungkin terdengar seperti alasan, tapi ini adalah kebenaran. Dia dipecat secara tidak adil dan dipermalukan saat di Pasukan Khusus. Dan dia biasa menjadi petarung terbaik di Blackstone diantara PMC lainnya,” jelas Kepala Jo dan yang dia maksudkan tadi adalah perusahaan militer swasta yang ada di seluruh dunia. Selain semua itu, Je Ha juga menjadi yang terbaik diantara tentara bayaran Irak lainnya.
“Kemudian seseorang dapat memberikan dia tawaran dan…”
“Tidak, Bu,” potong Kepala Jo dan Yoo Jin bertanya kenapa dia bisa yakin sekali mengatakannya. “Dia sedang dalam pelarian sekarang,” jawab Kepala Jo. “Dia ditendang keluar dari Blackstone karena apa yang dia lakukan dan Interpol memiliki surat perintah untuk penangkapannya. Ada juga rumor bahwa dia bergabung dengan ISIS. Tapi aku baru menyadari bahwa dia berada di Korea setelah melihat rekaman CCTV kemarin.”
“Baiklah, itu sudah cukup. Jadi ini semua berarti JSS tidak bisa mengurus ini,” ucap Yoo Jin dan Tuan Park langsung membantah, karena menurutnya tidak ada seorang laki-laki di dunia ini yang tidak bisa dibunuh oleh senjata. Dia bahkan berjanji akan menemukan keberadaan Yoo Jin dan setelah Tuan Park menemukan Je Ha, Yoo Jin ingin Dong Mi yang mengurusnya. Mendengar rencana itu Kepala Jo langsung meminta satu kesempatan lagi untuk mengurus Je Ha, karena menurutnya akan lebih baik Je Ha menjadi orang mereka dari pada di bunuh. Tentu saja Yoo Jin tak memberikan kesempatan itu, karena Kepala Jo punya tugas melindungi Se Joon. Tepat disaat itu ponsel Dong Mi berdering dan diapun langsung mengatakan kalau Se Joon sudah siap berangkat, jadi Yoo Jin pun mempersilahkan keduanya untuk keluar.
Di luar mereka berdua bertemu dengan Se Joon dan melihat wajah Tuan Park yang pucat, Se Joon pun tau kalau dia sudah kena marah Yoo Jin dan semua itu gara-gara dirinya, karena saat Se Joon bertanya Tuan Park tak mau menjawabnya. Sambil berjalan pergi, Se Joon pun menyuruh Tuan Park untuk tidak cemberut karena ini bukan pertama kalinya dia kena marah oleh Yoo Jin.
See Joon kemudian berangkat kerja bersama Kepala Jo. Di rumah Yoo Jin mendumel karena dia sendiri yang mengurus semuanya, bahkan See Joon tak mengucapkan maaf padahal dia sudah ketauan selingkuh. Dong Mi kemudian bertanya apa Yoo Jin masih merasa kecewa dengan hal-hal seperti itu.
“Kecewa?” ucap Yoo Jin dan tertawa. Dia kemudian mengingatkan Dong Mi untuk berhati-hati karena pria pemasang spanduk itu di duga berbahaya. Dong Mi pun menjawab kalau Yoo Jin tak perlu mengkhawatirkan hal tersebut, karena mereka ada masalah baru mengenai An Na. Walaupun orang mereka sudah berhasil menangkap An Na, tapi gambar An Na sudah tersebar di internet. Ada seseorang yang sudah mengambil foto An Na dan mengupload-nya ke internet.
Dong Mi tidak bisa langsung menghapus gambar itu di internet karena yang mengupload-nya adalah desainer terkenal bernama Jean-Paul Lafelt. Karena yang meng-upload adalah desainer terkenal, maka banyak nitizen yang sudah melihat foto An Na di media sosial mereka dan kebanyakan mereka mencoba untuk mengidentifikasi siapa An Na. Yoo Jin panik dan marah karena semua orang-orangnya membuat masalah secara bersamaan dan dengan tenang Dong Mi menjawab kalau dia yang akan menyelesaikan semuanya.

“Apa rencanamu untuk menghentikan ini? Jika Paul Lafelt menemukannya. Wartawan dan paparazzi akan memastikan bahwa seluruh Eropa tahu dia dan semua orang akan mencari dia!” teriak Yoo Jin.
“Aku pikir kita hanya harus mengambil kesempatan ini dan… Menutupinya melalui kecelakaan…,” jawab Dong Mi dan tentu saja Yoo Jin tidak setuju, karena kalau terjadi sesuatu pada An Na maka dia tak bisa lagi mengendalikan Se Joon. Yoo Jin diam sejenak dan kemudian memutuskan untuk membawa An Na ke Korea dan tinggal di rumahnya. Walaupun konsekwensinya adalah kesehatan mental Yoo Jin sendiri, dia tetap ingin An Na di bawa ke Korea karena pemilihan Presiden akan segera di lakukan.
Yoo Jin melihat kembali foto An Na dan kemudian berkata, “mereka terlihat sama,” sepertinya Yoo Jin menyamakan An Na dengan ibu kandungnya.
Di dalam mobil, Se Joon bertanya jadwalnya hari ini pada sekretaris Song dan si sekretaris membacakan jadwal yang banyak hari ini untuk Se Joon. Mendengar itu, Se Joon pun berkomentar kalau sekretaris Son hendak membunuhnya dengan jadwal yang padat.
Se Joon kemudian minta berhenti di jalan yang kosong karena ingin bicara berdua saja dengan Kepala Jo. Saking rahasianya, Se Joon juga meminta sekretaris Song untuk keluar. Saat hanya berdua, Se Joon menanyakan keadaan An Na dan Kepala Jo menjawab kalau An Na masih fobia sosial. Kepala Jo kemudian menyarankan agar Se Joo menjenguknya, namun Se Joon tak bisa melakukannya, karena dia sekarang berada dalam kekuasan Yoo Jin. Sebagai ayah, tentu saja Se Joon merasa sedih, namun dia memang tak bisa berbuat apa-apa untuk melawan Yoo Jin.
“Tapi aku orang yang akan menjadi presiden dan aku mempertimbangkan untuk menunjukmu menjadi kepala keamanan di Blue House. Jadi sampai itu terjadi, tempat yang bisa aku percayakan untuk Anna … Hanya dirimu….Aku mungkin menjadi orang yang menyedihkan dan tidak berharg dan aku tahu betapa banyak anakku membenciku. Tapi tetap saja, dia adalah satu-satunya alasan. Mengapa aku dipaksa untuk mematuhi setiap keinginan Choi Yoo Jin selama bertahun-tahun. Jadi pergi ke wanita itu dan katakan ini padanya, bahwa… jika sandera mati, demikian juga orang yang ditahan sebagai sandera mereka. Jika terjadi sesuatu pada anak itu. Segala sesuatu yang telah dikerjakan Choi Yoo Jin akan runtuh di hadapannya,” pesan Se Joon dan Kepala Jo berjanji akan melakukan semuanya. Dia berjanji akan melindungi An Na apapun yang terjadi.
Je Ha menyusuri jalan dan hendak menyetop mobil untuk menumpang, namun tak ada yang mau berhenti mengajaknya. Tepat disaat itu, dia kemudian melihat sepasang kakek-nenek yang mobil pick-up nya mogok. Je Ha pun menghampiri mereka dan membantu si kakek memperbaiki mobilnya.
Tuan Park menemui kepala polisi dan meminta bantuannya untuk mencari Je Ha. Awalnya si kepala polisi menolak dengan alasan kalau Tuan Park harus mengikuti prosedur yang ada, dia harus melaporkannya dulu baru dapat surat tangkapnya. Namun setelah Tuan Park mengatakan presentase Se Joon terpilih menjadi Presiden akan semakin meningkat setelah bergabung dengan parpol, kepala polisi ini pun dengan senang hati membantu Tuan Park untuk mencari Je Ha.
Je Ha sendiri sudah berada di atas mobil pick-up si kakek. Dia ikut pulang si kakek ke rumahnya. Ternyata si kakek punya kebun yang luas di depan rumahnya, namun tak dirawatnya. Je Ha hendak membersihkan kebun si kakek, tapi si kakek itu malah membentaknya. Dia tak mau Je Ha membantunya untuk mengurus kebun.
“Aku akan memberimu makan dan kau bisa tidur disana. Tapi lebih baik kau berangkat besok,” ucap si kakek dengan kasar lalu pergi.
Karena sudah mendapat izin dari kepala Polisi, Tuan Park sekarang sudah berada di ruang kontrol CCTV seluruh Korea. Semua pegawai di kerahkan untuk mencari keberadaan Je Ha, setelah dicari-cari mereka akhirnya mendapat petunjuk kemana Je Ha pergi.

Kita beralih ke pesawat, dimana sudah dalam perjalanan ke Korea. Agar An Na tidak melarikan diri, dia dibikin tidur.Dalam tidurnya, An Na teringat kembali saat dia masih kecil. Saat dia berada di rumah sakit, Dong Mi muncul dan mengajak An Na pergi. Awalnya An Na tidak mau, tapi karena Dong Mi berkata kalau dia akan pergi bersama ayahnya, An Na pun jadi mau.
Mereka sudah dibandara, tapi Se Joon tak kunjung datang. Tak menjawab pertanyaan An Na yang bertanya keberadaan ayahnya, Dong Mi malah menyuruh An Na minum obat dengan alasan agar An Na tidak mabuk saat berada di pesawat. An Na pun kemudian menyadari kalau dia sudah dibohongi, dia tahu ayahnya tidak akan datang, jadi dia meminta Dong Mi untuk membawanya menemui ayahnya. Tahu kalau kelemahan An Na adalah blitz kamera, Dong Mi pun langsung mengambil gambar An Na tepat di depan wajahnya, agar lampu blitz-nya langsung ke mata An Na.
An Na kecil sudah berada di Spayol dan di bawa ke sebuah gereja besar. Memimpikan hal tersebut, An Na menangis dalam tidurnya.

Ji Ha bersantai di rumah si kakek dan dia mendengar si nenek terus menangis. Tak lama kemudian si kakek muncul dan membawakan makanan untuk Je Ha. Si kakek kemudian meminta maaf karena hanya makanan itulah yang dia punya, dengan memakan menu yang seadanya itulah si kakek dan nenek hidup selama ini. Je Ha pun tak mempermasalahkannya. Sebelum pergi, si kakek meminta maaf lagi pada Je Ha karena tadi dia marah-marah pada Je Ha.
Petugas akhirnya menemukan keberadaan Je Ha, mereka menemukannya di stasiun. Namun mereka kembali kehilangan jejaknya setelah Je Ha pergi ke toilet. Mendengar itu Tuan Park pun menebak kalau Je Ha pasti mengganti pakaiannya, jadi dia pun memerintahkan petugas untuk mengecek semua orang yang keluar dari terminal itu.
Malam pun tiba, Je Ha sendiri sudah tertidur pulas. Dalam tidurnya dia bermimpi… dia mimpi saat masih menjadi pasukan khusus. Saat itu, dia dan beberapa pasukan khusus mengawal seprang warga sipil yang terluka. Je Ha menghentikan mobilnya dan menyuruh mereka semua turun karena di depan mereka jalannya sudah dipasangi ranjau. Jadi mereka harus melewati jalan itu dengan berjalan kaki. Karena kakinya sedang terluka, si warga sipil itu pun mengeluh karena dia kesulitan berjalan dengan kaki terluka seperti itu.

Salah satu pasukan khusus datang dan mengatakan kalau mereka sudah memasuki wilayah warga sipil, jadi mereka harus mundur, namun si warga sipil yang teluka ini tetap kekeuh ingin melanjutkan perjalanan. Bahkan dia berani membayar sebanyak 3 kali lipat, jika mereka mau melanjutkan perjalanan. Pimpinan pasukan kemudian menanyakan pendapat Je Ha dan menurut Je Ha mereka tetap lanjut, berdasarkan saran Je Ha, pimpinan pasukan pun melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, mereka kemudian di serang. Banyak pasukan khusus terluka, termasuk Je Ha sendiri. Je Ha tertembak.
Je Ha terbangun dan langsung duduk karena memimpikan hal tersebut. Dia terlihat sangat ketakutan, terlihat dari Je Ha yang berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah.

PART 2
Je Ha kemudian keluar kamar karena mendengar suara tangisan si nenek dan ternyata si kakek juga belum tidur, dia sedang minum soju. Si kakek kemudian berbagi soju dengan Je Ha.
“Hari ini adalah peringatan ke 49 hari kematian anak kami. Ketika kau betermu kami sebelumnya, kami sedang dalam perjalanan kembali dari kuil,” aku si kekak.
Si kakek kemudian keluar rumah dan Je Ha mengikutinya, “Pohon buah-buahan itu sama seperti anak-anak. Mereka menjadi seperti ini dalam waktu yang singkat karena tidak ada yang merawatnya. Aku akan menyingkirkan semuanya. Tidak ada yang mengakui mereka, jadi aku akan membakar semua!” ucap si kakek dan kemudian meminta Je Ha untuk membersihkan pohon-pohon itu besok. Je Ha pun menyanggupinya dan si kakek merasa lega karena ada yang menggantikan dirinya untuk menebang pohon-pohonnya. Si kakek juga berjanji akan memberi Je Ha uang sebagai gantinya.
Kembali ke ruang kontrol dimana Tuan Park terus meminta para petugas untuk tidak tidur, padahal mereka sudah terlihat sangat kelelahan.
Keesokanharinya, si kakek terbangun karena mendengar suara mesin di luar. Si kakek pun pergi melihatnya. Ternyata itu bukan mesin pemotong pohon, melainkan mesin pemotong pohon. Ya, Je Ha tidak menebang semua pohon milik si kakek, Je Ha hanya membersihkan dan merapikannya saja. Melihat apa yang Je Ha lakukan, si kakek jadi terharu dan kemudian ikut merumput dengan menggunakan mesin potong rumput yang lainnya. Melihat itu, Je Ha pun tersenyum.
Si nenek terbangun dan melihat keduanya merapikan kebun. Melihat hal itu juga membuat si nenek terbangun.
Padahal sebelumnya, Tuan Park meminta para petugas untuk tidak tidur, eh sekarang dia sendiri yang tidur. Dia  kemudian dibangunkan karena mereka akhirnya menemukan keberadaan Je Ha.
Je Ha sendiri sedang makan bersama pasangan kakek dan nenek. Karena Je Ha sudah membuat mereka berdua merasa senang, si kakek pun berkata kalau Je Ha ingin tinggal lebih lama, diperbolehkan.
“Jika kau bersungguh-sungguh, aku mungkin benar-benar akan tinggal,” jawab Je Ha dan si kakek pun tertawa.
Si nenek kemudian mengambil pakaian milik anaknya yang sudah meninggal, dia mempersilahkan Je Ha untuk mengenakannya saat bekerja jika Je Ha mau. Tentu saja Je Ha menerimanya, karena ukurannya juga pas dengan badannya. Selesai makan, Je Ha dan kakek kembali membersihkan kebun. Namun mata pisau milik Je Ha tak mau berputar, jadi diapun langsung pergi untuk membelinya. Je Ha pergi dengan menggunakan truk pick up milik si kakek. Tepat disaat Je Ha pergi, datang seorang pria berpakaian hitam ke rumah si kakek.
Pesawat yang membawa An Na sampai ke korea dan An Na masih belum sadarkan diri, jadi diapun di bawa turun dari pesawat dengan menggunakan kursi roda.
Je Ha pulang dengan membawa mata pisau yang di bungkus kertas. Dia sedikit merasa curiga ketika melihat mobil bagus di parkir di depan rumah kakek. Di dalam rumah, pria berpakaian hitam tadi, sudah mengikat si kakek dan nenek. Pria itu kemudian menanyakan keberadaan Je Ha dan si kakek menjawab tidak tahu, dia berkata kalau Je Ha sudah pergi pagi tadi. Karena si kakek tak mau menjawab, pria itu pun kemudian menyiramkan bensin pada pasangan suami istri itu. Pria itu berniat membakar mereka.  Untungnya saja Je Ha cepat masuk dan menghentikan pria itu membakar pasangan kakek dan nenek.
Sudah mendapatkan orang yang dia cari, pria itupun kemudian mengeluarkan pisau dan bertarung dengan Je Ha. Untungnya saja Je Ha masih memegang mata pisau untuk pemotong rumputnya, dengan benda itu dia melawan pria tersebut.
Mereka terus berkelahi dan masing-masing berhasil menjatuhkan senjata lawan. Saat bertarung tanpa senjata, Je Ha lah yang menang. Dia berhasil mematahkan tangan pria jangkung tersebut.
Je Ha kemudian mengikat pria itu di gudang dan bertanya siapa yang mengirimnya. Tentu saja pria itu tak mau memberitahunya, karena kalau pria itu memberitahu, pria itu juga pasti akan mati.
“Semua juga bilang begitu padaku,” ucap Je Ha dan kemudian mengambil palu untuk menghancurkan jari pria itu.
“Bahkan jika tidak dengan tanganku, kau juga akan segera dibunuh,” ucap pria itu dan Je Ha menjawab kalau dia tak masalah dibunuh, tapi yang membuat Je Ha marah adalah…. pria itu sudah menyakiti kakek dan nenek itu. Pria itu pun menjawab kalau mulai sekarang, siapapun yang membantu Je Ha bersembunyi, maka orang itu akan mati, karena memang seperti itulah perintah yang dia terima. Mendengar itu Je Ha semakin emosi dan langsung mengayunkan palunya, tapi karena pria itu sepertinya mau bicara, Je Ha pun menghentikan niatnya untuk memukulkan palunya.
Sepertinya pria itu sudah mengatakan siapa orang yang mengirimnya, karena sekarang Je Ha sudah berada di depan rumah Yoo Jin dan tepat disaat itu, An Na juga baru sampai disana. Namun Je Ha tak terlalu jelas melihat kalau wanita yang dibawa adalah An Na.

Sampai di dalam rumah, An Na membuka matanya dan dia langsung terlihat marah ketika dia melihat Yoo Jin, sehingga perawat yang membawanya langsung menahan tubuh An Na agar tak berdiri.
Je Ha berpura-pura menjadi kurir pembawa barang dan dalam sekejap dia berhasil melumpuhkan semua penjaga yang berjaga di depan rumah. Di dalam rumah, An Na masih terlihat marah pada Yoo Jin. Dengan santai Yoo Jin menghampirinya dan berkata kalau An Na menjadi wanita yang cantik seperti ibunya.
“Dasar iblis,” ucap An Na penuh kemarahan.
“Siapa?…. aku? Mengapa? Ini bukan cara untuk berbicara pada seseorang yang mengurusmu sepanjang waktu. Meskipun perilakumu memang tak menentu,” jawab Yoo Jin.
“Pikirkan tentang apa yang kau lakukan saat berusia sembilan tahun.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar