Selasa, 08 November 2016

The K2 - Episode 5 Part 2

Pengacara datang dengan membawa koper yang berisikan wasiat. Keluarga tadinya mengatakan kalau mereka akan sulit mengumpulkan anggota keluarganya tapi karena semua sudah berkumpul maka ia akan membacakan surat wasiat. Tapi sejujurnya, dia tak memiliki kunci untuk membuka koper karena almarhum yang menyimpannya. Dia yakin salah satu anggota keluarga sudah dititipi kunci tersebut.

Semua orang melirik ke arah Yoo Jin. Se Joon bertanya apakah Istrinya menyimpan kunci tersebut? Dalam hati, Yoo Jin berdecak sebal karena semua orang rupanya telah mengetahui kalau ia pemegang kunci itu.
Ia memberikan kunci tersebut kemudian memegang pulpen yang diberikan oleh Je Ha.

Pengacara kemudian menunjukkan surat wasiatnya dan membacakan bahwa Choi Sun Ja menyumbangkan seluruh kekayaannya pada Yayasan Beasiswa Pyeongchang.


Rekan Je Ha bertanya kenapa dia tak bisa menghormati atasannya. Simple saja, karena Je Ha tak menyukai atasannya. Rekannya berdecak mendengar jawabannya, tapi bagaimanapun menghormati atasan adalah sebuah kode etik dalam kehidupan sosial.

Iya. Je Ha membenarkan jika dirinya memang tak punya etika.

“Tapi yang ingin aku ketahui kenapa....”

Je Ha menyela ucapan rekannya. Kalau dia mau bertanya kenapa dia kasar, maka sudah jelas kalau dirinya memang orang yang kasar. 

“Ya. Kau benar.”

“Punya pertanyaan lain?”

“Tidak.”

“Kalau begitu, jangan bicara padaku lagi.” ucap Je Ha memalingkan wajahnya malas.

Teman Je Ha cuma bisa mendesis sebal karena Je Ha menggunakan banmal ketika berbicara dengannya.

Salah satu Tetua disana mengatakan kalau sepertinya Sun Ja sangat menyukai Yoo Jin. Ia mempersilahkan Pengacara untuk keluar dan menunggunya. Pengacara memberikan hormat, ia akan segera kembali ke kantor.

“Aku bilang tunggu diluar, Kau ini!” bentak Mertua Sung Won membuat suasana menegang.

Yoo Jin pun akhirnya memutuskan untuk menekan tombol pada pulpennya. Je Ha dan rekannya pun bisa mendengar percakapan mereka.
 
Mertua Sung Won berkata kalau mereka semua berkumpul disini bukan untuk mendengar sesuatu yang sudah jelas. Lalu kenapa Yoo Jin datang kemari? Tentu saja, Yoo Jin beralasan kalau ia ingin menghormati wasiat bibi yang ingin menggunakan uang untuk yayasan.

Tapi maksud Mertua Sung Won, Yayasan Pyeongchang adalah milik Yoo Jin seutuhnya sedangkan Yoo Jin juga memonitori JB Grup menggunakan JSS. 
Yoo Jin tak sependapat dengan kata ‘memonitori’, dia hanya ‘mengawasinya’ saja.

Sung Won mencoba menengahi ketegangan diantara mereka, dia meyakinkan kalau Noona hanya ingin mengawasinya agar tak mencemarkan nama baik Ayah mertuanya saja.

Mertua Sung Won tak memperdulikan Sung Won dan berkata kalau dirinya ingin membeli semua saham milik Yoo Jin dan menghadiahkannya pada Sung Won. Dia akan membelinya dua kali lipat atau bahkan tiga kali lipat. Ia yakin uang itu cukup untuk membiayai pencalonan suami Yoo Jin.

Se Joon rasa penawaran tersebut tak begitu buruk. Uang itu akan membantunya dalam berbisnis dan memudahkan dia dalam pencalonan presiden. Sung Won senang mendengarkan ucapan Se Joon.

Yoo Jin tertawa sinis, “Bagaimana mungkin aku menjual saham  milik yayasan semudah itu? Itu bahkan bukan milikku.”
Mertua Sung Won tak percaya pada Yoo Jin dan menuduhnya tak mau menjual saham tersebut. Tapi sedikit menjelaskan saja, rapat darurat akan segera dilaksanakan. Dan rapat ini bertujuan untuk memilih CEO yang baru.

Sontak Yoo Jin terkejut dan bangkit dari duduknya. Tanpa sengaja tangannya mengenai pulpen yang ia letakkan diatas meja dan pulpen itu menggelinding menuju ke arah Sung Won.

Sung Won menangkapnya dan jelas mengetahui pulpen itu, dia langsung menekan tombolnya.
Sambungan terputus. Je Ha sempat panik tapi rekannya dengan enteng berkata kalau jaringannya putus.
Yoo Jin khawatir tapi ia segera mengendalikan diri, berkata kalau rapat istimewa tanpa dirinya dianggap tidak sah dimata hukum.
Memang benar, oleh karena itu Mertua Sung Won akan menurunkan Yoo Jin dari posisinya sebelum diadakan rapat. Dia akan menjadi penanggung jawab dan menjual sahamnya kemudian membantu Se Joon sebisa mungkin untuk bisa mencapai Blue House. “Anggota parlemen, kau harus menjadi presiden bagi kami dan membayar semua investasi kami. Bukankah begitu?”

“Benar sekali.” jawab Se Joon enteng.
Terjepit sana sini, Yoo Jin mencoba menghubungi seseorang. Namun Ibu tirinya (Ibu Sung Won) memberitahukan kalau mereka tak bisa menggunakan ponsel dalam ruangan ini.

Mertua Sung Won mengajak Se Joon untuk bermain baduk saja sambil menunggu pintu dibuka.

Yoo Jin tertawa lantang dihadapan mereka, merasa dirinya sudah masuk dalam perangkap. Dia ingin mengambil wasiat tapi yayasannya malah akan direbut. Tapi ia mempertegas kalau JB Grup adalah milik Ayahnya.

“Itu juga Ayah Presdir Choi!” sela Ibu Sung Won.

Bukan! Karena dulu Ayahnya yang sering duduk dilantai bersama karyawannya sementara dirinya dan Ibu mencari uang dengan membuat keranjang. Semuanya berubah saat Ayah menikahi Sekretarisnya yang cantik. Tapi, Ayahnya –lah yang telah membangun perusahaan.

Ibu Sung Won bangkit dari duduknya dengan marah “Sepertinya kau jadi angkuh karena sudah ditawarkan nilainya dengan sangat tinggi, hah?”

Je Ha menanti di mobil dengan rasa curiga. Rekannya yakin kalau mereka sengaja mematikan sambungan karena membahas masalah uang dan tak ingin orang lain mendengarnya.

Yah, tapi tetap saja Je Ha tak bisa tinggal diam. Dia keluar dari mobilnya dan mengambil payung dari dalam bagasi.

Je Ha memasuki ruangan sambil menggunakan ponselnya. Bodyguard yang berjaga langsung bersiaga tapi Je Ha malah berbelok arah entah kemana. 

Ibu Tirinya tak bisa menahan kemarahannya dengan mengatakan kalau alasan Ayah Yoo Jin tak menjadikannya sebagai penerus bukan karena dia wanita, melainkan karena Ayahnya tak menyukainya. “Karena ayahmu tahu betapa mengerikannya dirimu! Karena dia tahu apa yang akan terjadi pada perusahaan dan pada Sung Won jika dia memberikannya padamu! Kau pikir aku tidak sadar dengan rencanamu untuk menjadikan suamimu sebagai presiden dan memanfaatkan kekuasannya untuk menguasai JB Group sendirian?”

Ibu tirinya mengaku kalau dia memang wanita simpanan. Tapi Yoo Jin, dia melakukan pernikahan demi niat buruknya. Lihat dirinya sendiri, apa dia bahagia?
Sung Won menghentikan perdebatan diantara mereka.
Yoo Jin diam dengan marahnya, menatap ibu tirinya dengan mata berkaca – kaca tapi masih menunjukkan ketangguhannya.
Je Ha menuju ke ruangan pertemuan dan jelas langsung dicegat bodyguard. Dia mengatakan kalau ia akan menjemput Choi Yoo Jin tapi mereka tetap menahannya. Je Ha akhirnya memutuskan untuk melawan mereka semua dan semuanya tumbang.
Alarm berbunyi saat itu pula, rupanya Je Ha membakar sampah untuk menyebabkan kepulan asap dan membuat alarm darurat berbunyi.

Semua orang panik meminta keluar. Air langsung mengguyur ruangan karena alat mendeteksi adanya kebakaran. Tepat saat pintu ruangan terbuka, Je Ha telah menunggunya didepan pintu.

Se Joon mengajaknya keluar tapi Yoo Jin malah terduduk lemas. Je Ha memayunginya dengan tatapan iba. Dia mengatakan kalau tak akan terjadi rapat dadakan. Jangan khawatir.
Yoo Jin tersenyum ke arah Je Ha dan Je Ha memberikan sesuatu padanya. Sapu tangan kah?
Dalam benak Yoo Jin, dia yakin kalau ia tak menekan tombol dua kali. Tapi Je Ha bertindak sebelum ia memberikan perintah. Sebelumnya tak ada yang melakukan hal semacam ini padanya. Dia mengerikan, dia bukanlah anjing pemburu melainkan serigala. Ia mungkin tak akan bisa mengendalikannya.
Je Ha memegang punggung Yoo Jin, ia menyuruhnya untuk berjalan dengan tegap. Tegakkan kepala karena banyak musuh yang memperhatikannya.

Diluar, Mertua Sung Won menerima kabar kalau rapat darurat telah dibatalkan.


Saat berniat keluar, Yoo Jin dihadang oleh para penjaga. Pamannya langsung memarahi mereka namun Yoo Jin bersikap sinis pada pamannya “Semoga bibi beristirahat dengan tenang.”
Se Joon menghampiri Yoo Jin namun Yoo Jin menolak untuk satu mobil bersamanya, main baduk atau apa saja sana. Ia pun berjalan meninggalkan Se Joon dihadapan semua orang.

Se Joon tertawa keras karena telah dipermalukan oleh istrinya sendiri.

Gwan Soo berdecak sinis sambil menyesap teh yang ia minum bersama biarawan “Seorang pengecut tidak akan  mendapat apa-apa. Bukankah begitu, biarawan? Mereka hanya serakah demi kepentingannya sendiri.”


Dalam mobil, Yoo Jin mencoba menahan tangisnya. Dia kemudian memperingatkan agar Je Ha tak membuat keputusan tanpa izinnya.

“Ya. Terserah kau saja.” Jawabnya acuh tak acuh. Rekan Je Ha langsung panik dan meminta maaf karena belum mengajarkannya sopan santun. Yoo Jin tak begitu memperdulikannya, ia minta di antarkan ke Cloud Nine.

Rupanya anak buah Yoo Jin yang telah menghentikan pengkhianatan mereka. Yoo Jin memuji kerja bagus anak buahnya, orang itu pun tampak terharu menerima pujian dari Yoo Jin.

Saat mereka naik lift, Je Ha berniat masuk dalam lift yang sama tapi rekannya menghentikan langkahnya. Je Ha patuh dan memberikan hormat pada Yoo Jin. Yoo Jin menunjukkan senyum lebar padanya. Senyum yang sulit untuk diartikan maknanya.


Dokter JSS tengah bergosip tentang kehebatan Je Ha dengan Mi Ran. Dia tahu sekali kejadiannya dengan sangat detail. Master Song berkomentar kalau Dokter itu sok tahu padahal tak melihatnya sendiri tapi bisa cerita begitu detail.

Dokter kesal, dia tahu soalnya temannya tugas disana. Mi Ran menyuruh Dokter JSS untuk mengabaikan Master Song dan kembali bercerita tentang Je Ha dengannya.


Master Song keluar dari ruang Dokter dengan lesu. Ia tanpa sengaja berpapasan dengan Je Ha, ia tanya apakah Je Ha sedang sibuk?

“Tidak, tidak juga, tapi.... aku ingin mandi karena aku akan tugas jaga malam dan...”

“Ikut Aku.” Perintah Master Song. Je Ha kebingungan melihat sikap Master Song padanya.


Master Song mentraktir Je Ha dan bahkan menyuapinya makan. Je Ha keheranan sendiri dan bertanya kenapa ia mentraktirnya? Master Song tak mau memberikan jawaban dan menyuruhnya untuk makan saja.

Tepat pukul 6 sore, Dokter JSS pulang sangat tepat waktu sekali tanpa kehilangan satu detik pun.

Dilobi sudah ada keributan antara Master Song dan Je Ha. Mereka saling kontak mata saat Master Song menarik kerah baju Je Ha. Dalam batin Je Ha, dia tak mau akting jatuh soalnya lantai disana keras. Tapi Master Song menunjukkan tatapan memohon dan akhirnya ia benar – benar membantingnya.

Dokter JSS khawatir dan langsung memukul kepala Master Song menggunakan tas. Ia membantu Je Ha berdiri tapi Je Ha malah menghampiri Master Song, ia melihat kepalanya berdarah karena pengait tas mengenai kepala plotosnya.

Akhirnya, Dokter memberikan perawatan diluka Master Song. Master Song mengeluh karena Dokter menyimpan besi dalam tasnya. Dokter meminta maaf, dunia ini penuh dengan hal mengerikan tak terduga. Tapi yang jelas, semua ini karena tingkah candaan Guru Song dan Je Ha.

Je Ha minta maaf soalnya dia cuma ingin membantu hubungan mereka.

“Kau pikir seorang wanita akan jatuh hati pada seorang pria karena itu? Kau pikir seorang wanita jatuh hati hanya karena seorang pria pandai berkelahi?”

Guru Song meminta maaf pada Dokter dan Je Ha. Ia meninggalkan ruangan dengan wajah murung.

Dokter melihat Master Song sedih, Dokter tampak tak enak hati dan mengejarnya. Je Ha aneh sendiri karena tingkah mereka berdua, memangnya ada apa diantara mereka?

Entah apa yang terjadi, Master Song mengucapkan terimakasih atas bantuan Je Ha sehingga hubungannya dengan Dokter telah membaik. Je Ha mengelak, ini bukan karena dirinya melainkan kharisma Master Song sendiri.

Master Song berubah baik, dia mengajak Je Ha untuk makan daging kambing yang enak lain kali. Je Ha tersenyum melihat Master Song, senyum tulusnya seperti saat melihat Anna.


Malam harinya, Anna keluar dari kamar menuju kamar mandi. Ahjumma dan Mi Ran membersihkan kamarnya. Ahjumma berkata kalau mereka sebenarnya tak membutuhkan pemanas dalam ruangan Anna, saat hati dingin maka tubuhnya akan dingin.

Mi Ran berkata kalau hatinya juga dingin, mungkinkah dia butuh Je Ha untuk menghangatkannya?

“Tidak, tubuhmu dingin karena pakaianmu terlalu tipis.” Goda Ahjumma. Dia kemudian berkomentar kalau Nona Muda sepertinya sedang tak nafsu makan.
Ahjumma menyiapkan makanan seperti biasa dan meninggalkannya diatas meja. Tak lama berselang, Je Ha masuk dan tersenyum memikirkan sesuatu.


Je Ha berlari ke ruangannya dan menunggu didepan TV, antusiasnya Je Ha kayak lagi nunggu pertandingan bola. Anna pun turun dari lantai atas, Je Ha semakin antusias “Ta Da..”


Rupanya Je Ha sudah menyiapkan ramen dan air mendidih di dapur. Anna girang dan langsung bersorak lirih, Yes!

“Yes!” tiru Je Ha dibalik layar. Dia ikut senang saat bisa membuat Anna menyiapkan ramen. Ia terus tersenyum memperhatikan tingkah Anna.

Untuk sejenak, Anna melirik ke arah CCTV dengan curiga dan menatap ramen kemudian. Ia memutuskan meninggalkan dapur.
“Kenapa?” tanya Je Ha kebingungan.

Anna ternyata mengambil kursi agar ia bisa naik ke meja dapur dan menutup CCTV –nya menggunakan plastik. Je Ha sempat panik dan mencari kamera yang masih bisa menangkap gambar Anna.


Je Ha langsung jejingkrakan senang karena ada satu kamera yang masih bisa menangkap gambarnya. “Aku melihatnya! Aku melihatnya!”

Disisi lain, Anna jejogetan menyiapkan ramennya dengan riang. Je Ha masih terus memperhatikannya dengan senang bukan kepalang.


Je Ha masih terus memperhatikannya sampai dia memakan ramen itu. Seolah Je Ha bisa merasakan kesenangan Anna juga, kesenangan dari hal sederhana yang ia lakukan untuk Anna.

Setelah usai, Je Ha keluar ruangan untuk merokok. Ia masih sempat menatap ke arah kamar Anna sambil senyum – senyum gaje. Tepat saat Je Ha keluar, Mi Ran pun juga sedang jalan – jalan.

Mereka berdua akhirnya duduk bareng meskipun Je Ha masih terus memperhatikan kamar Anna. Dengan kepedean, Mi Ran meminta maaf karena tak mengangkat panggilannya. Je Ha sama sekali tak mempermasalahkan, tapi kalau masalah pekerjaan, seharusnya diangkat.

Mi Ran memastikan kalau lain waktu ia akan mengangkatnya. Dia berbicara sambil mencuri kesempatan untuk menyentuh Je Ha.

Je Ha tentu tak nyaman, dia bertanya kalau katanya Mi Ran pernah bekerja di Barcelona?

Mi Ran langsung sebal membicarakan masalah Barcelona karena ia disana terus menjaga Anna yang selalu ingin bertemu dengan Ayahnya. Dia kemudian berbicara tentang Anna dengan panggilan tak formal. Je Ha menyuruh Mi Ran santai saja kalau membicarakan masalah Anna dengannya. “Memang ada apa dengan ayahnya?”

Ayahnya sama sekali tak memperdulikannya, Mi Ran seringkali melapor kalau Anna ingin bertemu tapi tak mendapatkan balasan. Saat Ayahnya datang ke Milan, Mi Ran kira dia akan menemui Anna tapi ternyata tidak sama sekali. Alhasil Anna selalu kabur karena tak tahu Ayahnya terus mengabaikan dia. Dia selalu ingin bertemu dengannya.

Je Ha ingat bagaimana ia bertemu Anna saat pelarian, “Kasihan.”

“Ya, kau kasihan padaku, kan?” sahut Mi Ran.

Saat sedang berbincang, Mi Ran mendapatkan telefon. Dia disuruh menggantikan Je Ha karena dia katanya libur hari ini. Je Ha mengerti dan tak lama setelah itu, dia menerima panggilan dari Ketua. Dia disuruh datang ke kantor lantai 9.

Mi Ran langsung kaget saat tahu Je Ha disuruh ke lantai 9. Dia memberikan selamat tapi Je Ha hanya datar saja menanggapinya.
Je Ha bahkan mendapatkan jemputan dari kantor. Di Cloud Nine, semua orang memberikan hormat padanya. Je Ha sama sekali tak perduli dan masuk ke dalam lift kemudian menekan tombol 9.

Lift tak merespon sampai akhirnya sistem menyuruhnya untuk menunjukkan kartu ID. ID diterima dan ia akan segera menuju ke lantai sembilan. Anehnya lantai sembilan ini bukannya naik tapi lift malah turun.

Saat pintu terbuka, Je Ha dihadapkan pada lorong aneh yang terlihat megah.

-oOo-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar