Minggu, 06 November 2016

The K2 - Episode 3

PART 1



“Tembak dia! Tembak!” jerit Anna yang keluar dari dalam kamarnya. Je Ha terkesiap melihat sosok Anna. Si Wanita kumal yang ia temui diluar negeri, dia terus menjerit memintanya untuk menembak Yoo Jin.

Bodyguard Anna muncul, dia segera menggeretnya untuk kembali ke dalam kamar.

Je Ha menodongkan pistolnya ke arah Yoo Jin lagi. Rupanya ada orang lain yang menginginkan kematian Yoo Jin.



Sekretaris Kim muncul bersama dengan bodyguard yang siaga mengacungkan pistolnya. Je Ha menjadikan Yoo Jin sebagai sandera sekaligus tameng untuknya. Sekretaris Kim memerintahkan anak buahnya untuk menurunkan pistol mereka, Nyonya dalam bahaya!

Je Ha meminta pada mereka semua untuk keluar, siapkan sebuah mobil untuknya. Mereka sempat ragu namun Yoo Jin memerintahkan agar mereka menuruti kemauan Je Ha.


Mencoba menenangkan diri, Yoo Jin berkata kalau dia mati maka Je Ha tak akan bisa keluar dari rumah ini dalam keadaan hidup. Je Ha sama sekali tak gentar dengan ancaman remeh itu, dia menyuruh Yoo Jin mengkhawatirkan dirinya sendiri.

“Satu-satunya caramu untuk bisa hidup sekarang adalah dengan kau menghentikan ini dan memohon padaku agar tidak membunuhumu.” Ucap Yoo Jin.


Je Ha mengarahkan pistolnya tepat ke pelipis Yoo Jin. Jarinya sudah menekan setengah dari pelatuk pistol ini “Pistol ini... yang akan membunuhmu.”

Tubuh Yoo Jin seketika menegang ketakutan. Dia diam dalam ketegangannya.


Ketua Joo menerima laporan dari anak buahnya. Dia memerintahkan pada sopir untuk memutar balik kendaraan. Dia memberitahukan pada Se Joon kalau Nyonya menjadi sandera saat ini.

Bukannya khawatir, Se Joon hanya menghela nafas dan meminta Ketua Joo untuk menghentikan mobil mereka.



Je Ha memainkan ponselnya disaat menodongkan pistol. Yoo Jin bertanya – tanya apa yang tengah ia lakukan.

Je Ha menjawab santai kalau ia tengah mengirimkan email. “Ini adalah video yang merekam semua  yang kau katakan dan semua yang terjadi. Aku mengirimkannya kepada pers, jaksa, dan Blue House.”


Dia telah mengaturnya untuk terkirim setelah 24 jam. Jadi jangan ganggu dia dengan orang yang ada disekelilingnya. Kalau pun Je Ha mati saat ini maka akan ada orang lain yang akan mengirimkan email itu “Jadi teruslah berdoa agar aku bisa terus hidup.”




Je Ha memasukkan ponselnya ke dalam oven dan meledakkannya. Yoo Jin dan Sekretaris Kim gemetar marah melihat tingkahnya namun mereka tak bisa melakukan apapun. Je Ha memerintahkan Sekretaris Kim untuk mengurus anak buahnya. Akan menjadi masalah besar kalau sampai anak buahnya mencoba membunuhnya.


Ketua Joo tetap melajukan mobilnya menuju ke rumah Yoo Jin. Se Joon cukup marah karena Ketua Joo tak menggubris perintahnya. Bukankah tugasnya adalah menjaganya dari bahaya tapi kenapa dia malah menuju ke tempat berbahaya?

“Aku sedang mencoba menepati janjiku!”

“Janji? Apa?”

Ketua Joo mengatakan kalau Anna ada dalam rumah itu. Se Joon terkesiap, dia baru tahu kalau putrinya ada dirumah Yoo Jin saat ini. Ia pun berubah panik.



Polisi sudah menunggu di depan kediaman Yoo Jin. Je Ha dan Yoo Jin keluar bersama – sama. Polisi menyapanya namun Je Ha langsung kontak mata dengan Yoo Jin, memberi isyarat agar Yoo Jin mengenyahkan polisi itu.

Yoo Jin tersenyum ramah “Iya. Terima kasih atas semua kerja kerasmu.”

Je Ha membimbing Yoo Jin untuk masuk ke kursi kemudi dan dia duduk di kursi penumpang.



Polisi sempat keheranan karena Yoo Jin mengemudikan mobilnya sendiri. Sekretaris Kim panik bukan kepalang dan mengejar mobil yang membawa Yoo Jin. 






Yoo Jin mendecih karena kesalahannya telah meremehkan Je Ha. Baiklah, dia mengakui kesalahannya itu. Dan sekarang ini adalag saatnya mereka untuk melakukan negosiasi.

“Negosiasi?” tanya Je Ha.

“Katakan apa yang kau minta?”

Je Ha mulai mengerti arah pembicaraan Yoo Jin. Dia menginginkan kode akses menuju emailnya? Harga email itu mungkin senilai dengan hidupnya. Apa itu berarti aku akan mati?

“Sebutkan harganya. Aku akan memberikan dua kali lipat.” Tawar Yoo Jin.

Baiklah. Kalau begitu berapa harga Yoo Jin? Je Ha berniat menghubungi suami Yoo Jin dan menawarkan dua pilihan, akun emailnya atau keselamatan Yoo Jin. Menurutnya apa yang akan suaminya pilih? Apa dia akan menyerahkan kekuasaan politik dan memilih Yoo Jin? Atau dia akan memilih kekuasaan politik dan mengabaikan Yoo Jin?
Yoo Jin tak menjawab pertanyaan Je Ha.

“Apa, kau tidak yakin kalau dia akan memilihmu? Apa itu berarti akses email itu  lebih berharga daripada dirimu?” olok Je Ha.

Sebuah motor mengikuti mobil mereka. Je Ha mendesah karena bawahan Yoo Jin tak bisa mematuhi perintah. Yoo Jin melihat motor itu dari kaca spion, dia sepertinya tak mengenali pengendara motor itu.

Anna berniat keluar dari kamarnya namun bodyguardnya melarang.
Ketua Joo dan Se Joon sampai ke rumah. Sontak Anna panik dan langsung masuk ke dalam kamarnya.

“Bagaimana dengan Anna?” tanya Ketua Joo.

“Nona Muda aman.”

Anna mengintip dari pintu namun segera menutupnya ketika Se Joon menoleh ke arahnya. Bibi menawarkan untuk memanggil Anna agar turun menemuinya.

Didalam kamar, Anna tersenyum kecil penuh harap menantikan jawaban sang ayah.

Se Joon masih diam.

Anna menanti.

“Tidak usah. Aku harus beristirahat. Aku lelah.” Jawab Se Joon dengan berat hati.
Mata penuh harap Anna segera berubah sedih. Ia mulai terisak mendengar jawaban sang Ayah yang tampak seolah mengabaikannya.



Dijalanan, penunggang motor yang mengejar mobil Yoo Jin tengah memainkan tabletnya. Dia menangatur kecepatan mobil Yoo Jin menggunakan tablet itu. Je Ha keheranan melihat Yoo Jin tiba – tiba ngebut.

“Bukan aku yang melakukannya.” Jawab Yoo Jin kemudian menginjak rem. Dia semakin panik karena rem –nya tak berfungsi.

Je Ha memperhatikan gelagat penunggang motor, dia langsung bisa menebak kalau mobil Yoo Jin sudah diretas. Ternyata semakin banyak saja orang yang menginginkan Yoo Jin mati.
Ketua Jo dan Sekretaris Kim terkejut saat mengetahui ada motor yang bergerak disamping mobil Yoo Jin.


Je Ha bersiap menembakkan peluru pada pengendara motor dari dalam mobil. Ia mencoba menurunkan kaca mobilnya tapi tak berhasil. Je Ha memutuskan untuk menembak dari balik kaca mobil.

Percuma, Yoo Jin memberitahukan kalau kaca mobilnya anti peluru.
Tak ada waktu lagi, Je Ha mengambil alih kemudi.
Anak buah melaporkan kalau Je Ha dan Yoo Jin bertukar posisi. Ketua Joo makin terheran – heran, kalau memang semua ini adalah rencana mereka maka mereka tak akan berbuat semacam ini.
Je Ha mengemudikan mobilnya dengan kecepatan semakin tinggi. Dia menerobos mobil – mobil yang menghalangi jalannya. Yoo Jin panik, apa kau gila!

Je Ha yakin dengan apa yang akan dia lakukan. Pengendali hanya berfungsi dalam jarak 20 meter, itulah sebabnya motor itu mengikuti mereka dari dekat. Mereka harus bergerak dengan jarak lebih dari 20 meter agar pengendalinya tak berfungsi lagi.


Mereka membuat kekacauan dijalan raya dan banyak mobil harus saling tubruk. Peretas mobil Yoo Jin kehilangan sinyal. Yoo Jin berhasil membuka kaca mobilnya. Je Ha menyuruhnya untuk bersiap dan memutar kemudi secara tiba – tiba.
Rem berdecit keras saat mobil Je Ha berputar. Dia mengarahkan pistolnya dan menembak motor si peretas.


Melihat tembakan itu, anak buah Yoo Jin baru sadar kalau motor itu bermasalah. Ketua Joo memerintahkan untuk membereskan motor itu lebih dulu.

Peretas masih bisa menggunakan motornya dan mengejar mereka. Dia mengatur kecepatan mobil Yoo Jin menjadi 145 km/jam. Je Ha menginjak rem tapi tak berhasil, akhirnya dia pun harus menabrak pembatas jalan.

Peretas memutuskan untuk menghentikan pengejaran mereka dan membiarkan mobil Yoo Jin menabrak pembatas jalan. Sekretaris Kim marah melihat peretas itu, bunuh mereka!
Mereka pun menabrak peretas itu tanpa ampun.


Sedangkan Mobil Yoo Jin terbalik. Beberapa pertugas yang ada disana bisa menolong Je Ha keluar dari dalam mobil. Mobil terbakar dan pertugas kabur meninggalkan mobil itu dengan ketakutan.

Yoo Jin masih terjebak didalamnya. Je Ha mencoba menyadarkannya dan membuka pintu mobil tapi tak bisa.
Sekretaris Kim juga pingsan ketika mobilnya menubruk pembatas jalan. Saat tersadar, dia panik melihat mobil yang dikendarai Yoo Jin terbakar. Dia berusaha untuk bisa menyelamatkan Yoo Jin. Bodyguard menahannya.

Untungnya Je Ha berhasil mengeluarkan Yoo Jin dan membopongnya keluar dari mobil. Tubuhnya berdarah – darah, Yoo Jin yang setengah sadar memperhatikan wajah Je Ha.


Mobil meledak saat keduanya berhasil menjauh. Bagian mobil ada yang terpental saat ledakan dan mengarah pada mereka. Je Ha yang menunduk melindungi Yoo Jin pun terkena besi mobil itu.

Yoo Jin diam. Menatap wajah Je Ha dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

PART 2





Denyut jantung Je Ha masih ada. Sekretaris Kim memeritahkan anak buahnya untuk membawanya ke rumah sakit, berikan obat agar dia tak sadarkan diri.

“Rumah sakit..” ucap Yoo Jin lirih.

Sekretaris Kim memang akan segera membawa Yoo Jin ke rumah sakit. 

“Tidak bukan aku. Dia. Bawa dia ke rumah sakit.”

Sekertaris Kim awalnya tak mengerti tapi kemudian ia paham. Dia mengerti.







Yoo Jin terus memperhatikan Je Ha yang terkapar. Dalam batinnya dia membalas ucapan Sekretaris Kim “Tidak... kau tak mengerti.”
-oOo-




Je Ha tengah berbicara dengan seorang wanita bercadar. Keduanya sedang membahas tentang surga. Si wanita bercadar bertanya – tanya, disurga tidak ada perang, akankah Korea seperti surga karena tak ada perang?

Menurut Je Ha, bagi sebagian orang mungkin beranggapan demikian tapi ada juga yang tak menganggapnya begitu. 

Oh, wanita cadar ingat kalau 2NE1 juga ada di korea “Naega jeil jal naga”. Itulah kenapa dia beranggapan mungkin korea memanglah surga.
Je Ha memuji kemampuan bahasa korea Naniya yang sudah fasih. Naniya dengan riang membenarkannya, naega jeil jal naga (ala-ala 2NE1, aku yang terbaik) dalam departemenku.

Melihat tingkah lucu Naniya, Je Ha tertawa.



Je Ha berdehem, mengubah nada bicaranya menjadi serius. Dia harus kembali ke korea dan tak bisa bekerja disini lagi. Mata hijau Naniya menatap Je Ha dengan sedih tapi ia berusaha tak menunjukkannya. Ia tahu, jadi kapan Je Ha akan kembali ke Korea?
“Maukah kau ke Korea bersamaku?” sela Je Ha. Dia mengulurkan sebuah bros biru pada Naniya. Kalau mereka menikah maka Naniya bisa mendapatkan paspor dan terbang ke Korea bersamanya. 



“Menikah?” tanya Naniya masih terkejut.

Je Ha sulit mengungkapkan kata – katanya, dia tergagap untuk menjelaskan. Dia berkata bahwa disini sulit untuk mendapatkan cincin jadi dia hanya bisa mendapatkan ini. Jangan salah paham, dia ingin menikah hanya agar Naniya bisa membuat paspor dan keluar dari sini.
Naniya diam memegangi cadarnya.

Je Ha panik “Kenapa kau tiba-tiba menangis? Jika kita pergi ke Korea bersama-sama dan kau benar-benar benci bersamaku.. Jika kita pergi ke Korea bersama-sama dan kau benar-benar benci bersamaku..”



“Ya. Ayo kita menikah.” Jawab Naniya seraya melepas cadarnya. Je Ha sempat tertegun sebelum akhirnya dia mencium Naniya.







Itulah sepenggal ingatan Je Ha ketika ia tengah pingsan. Dia kini tersadar dan mendapati tangannya terikat diranjang rumah sakit. Bodyguard memperingatkan agar Je Ha jangan banyak tingkah.



Dua orang polisi mencoba menemui Je Ha namun bodyguard sudah pasang badan menghalangi mereka. Polisi menekankan bahwa dirinya adalah seorang polisi dan kini kondisi sangatlah genting. Orang yang ada disini adalah saksi dan korban yang paling penting!

Bodyguard tetap kekeuh kalau orang dalam sana membutuhkan istirahat total. Itu yang dokter katakan, kalau mereka masih ngotot minta masuk, bawalah surat perintah!

“Siapa kalian?” tanya polisi geram.

Bodyguard menunjukkan simbol JSS yang ada di jas –nya. Polisi awalnya masih merutuki sikap mereka tapi akhirnya dia pergi juga dan membatalkan niat bertemu Je Ha.




Polisi yang lebih muda ngomel kesal dengan keputusan seniornya. Mereka sudah memproses dengan hukum, memangnya siapa mereka?

“JSS Security?”

Tetap saja mereka harus mengurusnya. Junior berniat kembali ke tempat para bodyguard itu.
Polisi Senior menerangkan kalau Presdir JSS memiliki hubungan dekat dengan Direktur Kepolisian dan benar – benar dekat dengan direktur kantor kejaksaan. Mereka bukan orang biasa yang menjaga para selebriti.

Je Ha tengah menonton tayangan TV yang menyiarkan berita kecelakaan Yoo Jin. Dia dibawa ke rumah sakit menggunakan ambulan.

Pembawa acara tengah melakukan analisis kejadian ini dengan Pak Kim. Pak Kim menduga kejadian ini adalah tindakan terorisme. Pak Kim menjelaskan semua hipotesisnya dengan berbelit – belit namun intinya dia menuding kalau seseorang sengaja mendapatkan keuntungan dari kejadian ini.

Pembawa Acara terlihat bingung karena ucapan Pak Kim sedikit menyentil lawan dari Kandidat Park Se Joon. Pak Kim mencoba mengelak dengan alasan yang bertele – tele.

Se Joon tertawa – tawa mendengarkan ucapan Pak Kim yang secara tersirat sudah menuduh Park Gwang Soo sebagai pelaku teror.

Yoo Jin memerintahkan Sekretaris Kim untuk menghubungi Pak Kim setelah acara ini. Panggil dan puji dia, aku akan menemuinya seusai keluar dari rumah sakit. Sekretaris Kim menyarankan agar Nyonya –nya tak perlu repot – repot, toh sudah sewajarnya Pak Kim melakukan hal ini tanpa disuruh.

Dokter masuk ke ruangan Yoo Jin dan mengucapkan rasa tersanjungnya karena telah menggunakan rumah sakit mereka. Yoo Jin dengan ramah mengucakan terimakasih pada mereka.

“Oh ya. Bagaimana dengan  orang yang dibawa ke sini bersama denganku?” tanya Yoo Jin.

Pengawal itu? Beberapa tulangnya ada yang patah tapi mereka melakukan CT Scan dan hasilnya cukup baik. Tubuhnya kokoh dan sudah terlatih sehingga cidera yang mengerikan pun dia masih bertahan.

Dokter permisi pergi, kalau ada sesuatu yang dibutuhkan maka hubungi mereka saja.

Se Joon berangapan kalau Je Ha akan membuat semuanya jadi rumit kalau dia bangun dan mengatakan hal – hal aneh. Yoo Jin kekeuh kalau dia akan menjadikannya sebagai pengawal.

“Kau pikir dia akan setuju?”

Siapa tahu? Memangnya itu penting baginya? Yoo Jin pikir ada baiknya untuk membuat orang yang ia waspadai untuk dekat dengannya. 





“Seperti Anna?” tanya Se Joon.

Yoo Jin melirik ke arah Se Joon tajam. Se Joon menegaskan kalau Anna tak akan pernah ada dipihaknya.

Anna duduk di kamarnya yang gelap dalam diam.






Ketua Joo masuk ke ruangan Je Ha dan menanyakan kondisinya. Dia mengajaknya bicara dengan akrab. Melihat tangan dan kaki Je Ha terikat, Ketua Joo melepaskan ikatan tersebut. Anak buahnya langsung siaga namun Ketua Joo memintanya untuk keluar.






Je Ha langsung mengenali Ketua Joo, ternyata dia yang ada dibalik semua ini. Ketua Joo berkata kalau dia meninggalkan tentara sebagai seorang kolonel. Je Ha menimpali kalau dia dipaksa berhenti sebagai seorang prajurit.

“Maafkan aku. Aku tidak memiliki kekuasaan saat itu.”

“Bukan kekuasaan. Kau memang tidak punya alasan untuk membantuku.”

Ketua Joo mengatakan mereka juga butuh kekuasaan agar keinginannya bisa menjadi kenyataan.





Choi Sung Won masuk ke ruang pasien Yoo Jin dengan memanggilnya Noona, apa kau baik – baik saja? Siapa yang melakukan ini padamu? Yoo Jin menanggapinya dingin, seharusnya dia ketuk pintu sebelum masuk.

“Maafkan aku..” ucap Sung Won lalu menyapa Se Joon. Se Joon pun menyalaminya dengan akrab.

Sung Won kembali bertanya – tanya siapa pelakunya, dia menebak kalau semua ini adalah ulah Park Gwang Soo. Ah, Si Brengsek itu... Sung Won keceplosan dan langsung menutup mulutnya. Dia kelepasan bicara tak sopan.

“Jika kau ingin terlihat sopan di depan orang lain, kau harus bicara formal padaku, bukan begitu?”

“Sudah kubilang aku tidak mau noona! Rasanya aneh seperti kita tidak dekat!” tolak Sung Won.

“Tapi kita memang tidak dekat.”

Seketika senyum Sung Won berubah, menjadi tak ramah lagi. Yoo Jin cuma menatapnya dingin.

Sekretaris Se Joon masuk dalam ruangan untuk memberitahukan acara konferensi pers –nya akan segera berlangsung. Se Joon mempersilahkan keduanya untuk menikmati kebersamaan mereka.

Sung Won tidak lupa memberikan semangat, Fighting!





Sebelum pergi, Yoo Jin meminta Se Joon untuk mendekat. Lebih dekat lagi sampai Yoo Jin bisa meraih dasi dan rambutnya. Dia melepas kancing baju bagian atasnya dan mengacak rambutnya. Paling tidak dia harus terlihat acak – acakan untuk memerankan suami yang menjaga istrinya sepanjang malam.

Se Joon tertawa, “Kau benar-benar seperti istri dan ibu yang bijaksana.”

Oh, tapi Se Joon menarik kata ‘ibu yang bijaksana’ soalnya Yoo Jin kan tak mempunyai seorang anak. #JLEB

Wartawan langsung mengerubutinya saat Se Joon sampai ke lobby. Mereka bertanya bagaimana perasaannya saat ini?

Se Joon memandangi wartawan yang terus menjepretnya. Dia melihat ke arah mereka dengan tatapan sendu. “Bagaimana perasaanku?”

Se Joon memegangi pelipisnya dengan tampang sedih.

“Menurutmu bagaimana, ketika aku menjaga istriku sepanjang malam saat dia hampir meninggal karena aku? Yang dia tahu adalah menjaga orang lain. Tapi dia terluka parah dan dia harus meminum obat penghilang rasa sakit agar bisa tidur. Sementara itu, yang bisa kulakukan hanyalah melihat. Aku memang suami yang mengerikan.”

Mereka mulai simpatik mendengar penuturan Se Joon.

“Komentar apa yang kalian inginkan?” tanya Se Joon. Wartawan bungkam dan menunduk dihadapannya seolah merasa bersalah.

Se Joon menambahkan bahwa dirinya hanyalah seorang politikus yang dikenal miskin namun istrinya menyerahkan segalanya. Melepaskan posisi sebagai pewaris konglomerat dan semua hartanya. Se Joon merasa dirinya cukup buruk di masa mudanya yang terlibat banyak protes politik dan tidur dilantai kantor polisi. Istrinyalah yang telah meraih tangannya, istriku yang pemberani.

Ucapan Se Joon ini benar – benar membuat terharu semua orang. Mereka sampai berkaca – kaca mendengarnya.

Sung Won memuji akting kakak iparnya, dia seharusnya menjadi seorang aktor. Ucapannya seperti sungguhan.

Yoo Jin terus diam, batinnya berkata “Karena...itu memang benar.

Se Joon berkata kalau dia tak bisa membiarkan istrinya terus berjalan mendapinginya menapaki jalan pahit ini. Maka dia memutuskan untuk menghentikan seluruh kegiatan politiknya terkait pemilihan presiden.

Wartawan kasak kusuk tak mengerti maksudnya.

Semua orang terkejut. Yoo Jin pun sama tak mengertinya dengan ucapan Se Joon.



“Apa artinya anda mundur dari pemilihan presiden?” tanya seorang wartawan.


Se Joon diam memejamkan matanya, seolah – olah sangat berat untuk mengambil keputusan ini.

“Jangan! Anda tak boleh menyerah sekarang Pak!” teriak beberapa orang.


Ya. Se Joon telah memutuskan untuk membuat awal baru. Pertarungan baru! Mereka yang menentang menggunakan taktik kotor semacam teror! Dia akan mendampingi rakyat lemah yang terinjak - injak. Sebagai politisi, melawan kejahatan itu sesuatu yang lebih penting ketimbang menjadi presiden.


Semua orang mulai berteriak memanggil nama Se Joon.


Se Joon dijunjung tinggi sembari terus meneriakkan namanya.

“Karena...itu memang benar. Aku akan berdiri dengan kalian semua dan memenangkan pertarungan ini!” teriak Se Joon menggebu – gebu.


Yoo Jin bisa tersenyum sekarang. Suaminya memang sesuatu, dia seperti punya perasaan padahal sebenarnya tak bermoral.


Meski sedikit ambigu, Pembawa acara berita sedikit menyimpulkan kalau ucapan Se Joon ini adalah pengundurannya secara resmi sebagai calon presiden. Pak Kim segera menyangkalnya, ini adalah deklarasi perang pada kekerasan dan koruptor.

Pak Kim menjelaskan dengan berbelit – belit seperti biasa. Dia kemudian ingin menyampaikan sesuatu pada Istri Jang Se Joon seandainya dia tengah menonton.

Pembawa acara mempersilahkannya.


Pak Kim mengepalkan tangannya “Anda harus kuat! Dan tolong, kembalikan Kandidat Jang Se Joon kepada kami, karena dia ayah bangsa kita! Saya meminta anda atas nama seluruh Korea.”


Pembawa acara buru – buru menjeda ucapan Pak Kim karena ucapannya terlalu memihak pada Se Joon.


Park Gwang Soo tersenyum geli saat melihat berita tentang Se Joon. Dia dengar istrinya tengah sakit, dia akan menjenguknya.


Ketua Joo memberikan kartu identitas Je Ha. Je Ha tertawa geli melihat kartu ID –nya, memangnya Ketua Joo mau memanfaatkannya


Ketua Joo berkata kalau dia telah mendaftarkan identitas Je Ha dengan menggunakan nama itu. Kartu identitas ini asli. Orang itu sudah pergi ke luar negeri dan menghilang. Tidak akan ada masalah. Yang penting, Je Ha jangan menggunakan ID itu untuk membuat pasport karena masalah luar negerinya belum jelas.




Sung Won pikir Noonanya bisa menjadi Ibu negara kalau semuanya berjalan terus seperti ini. Dia ingin pamit pergi sekarang. Yoo Jin bertanya apakah perusahaan Sung Won tengah berjalan dengan sulit?


Tentu saja Sung Won langsung mengelak, saham Yoo Jin tengah bergerak diluar negeri jadi dia tak bisa mengambilnya dalam jumlah banyak. 

“Aku pikir kau tak ingin melepaskan uangnya..” sindir Yoo Jin.

Sung Won kembali berkelit, dia tak akan melakukan hal semacam itu. Apalagi kalau Yoo Jin menjadi Ibu negara, mungkin dia akan mendapatkan uang 10 kali lipat lebih banyak.


Gwang Soo sampai ke rumah sakit, seorang polisi harus menjaganya. Gwang Soo cuma bisa mengiyakan dengan tawa geli.


Wartawan langsung menyerbunya dan bertanya seputar dugaan kalau dia yang telah meneror istri Se Joon. Atau mungkin, ada kemungkinan kalau Anggota Parlemen Se Joon yang telah melakukan permainan ini?

Gwang Soo cuma tertawa – tawa dan meminta mereka tak mengarang cerita.






Gwang Soo berpapasan dengan Sung Won, keduanya menyapa akrab tapi seperinya cuma sekedar basa – basi saja.






Ketua Joo menawarkan untuk menjadikan Je Ha sebagai seorang pengawal. Ditengah tingkat pengangguran tinggi, dia cukup beruntung. Je Ha tak bisa memastikan dirinya bisa setia pada sebuah negara atau organisasi.

“Kesetiaan? Apa itu? Berikan saja pada anjing, aku tak perduli. Aku juga tak loyal pada siapapun. Aku melakukannya hanya untuk mendapatkan uang.” Ucap Ketua Joo.

Memangnya berapa uang yang ketua Joo dapatkan? Je Ha pikir dia akan dimanfaatkan kemudian dibuang.

“Kita hanya perlu memastikan untuk membuang mereka terlebih dulu.”


“Ya. Kau memang berubah.”
Ketua Joo membenarkan, dunia sudah berubah. JSS adalah sebuah organisasi khusus yang punya akses data diseluruh negeri. Mulai politik dll jadi kemungkinan besar Se Joon akan menjadi presiden. Kalau sampai itu terjadi, maka Je Ha kemungkinan besar akan dieksekusi.


Je Ha menghela nafas, dia terus berlari sampai saat ini. Sekarang dirinya tak berguna lagi.


“Apa karena kau tak bisa membunuh lagi? PTSD (Post Traumatic Stress Disease).” Ucap Ketua Joo.

Langkah Je Ha terhenti. Ketua Joo memintanya jangan khawatir, dia telah menghancurkan semua datanya. Ketua Joo sendiri sudah merasakan keanehan semenjak penyerangan kemarin, Je Ha sama sekali tak membunuh anak buahnya.

“Kalau kau tahu? mengapa kau ingin aku bekerja untukmu?”


Ketua Joo mempertegas bahwa seorang pengawal bukanlah pembunuh berdarah dingin. Dia hanya memerlukan tubuh yang bisa menahan pukulan, Je Ha sendiri adalah seorang tertara terkuat dengan indra tajam. Yang terpenting, dia juga tak akan menggigit tuannya kembali.

“Tuan Kim, Mari ke Blue House bersama. kita bisa balas dendam pada bajingan yang melakukan ini pada kita.”


Je Ha tetap menolak tawaran apapun itu. Bahkan dia sudah tak ingin datang ke negara terkutuk ini. Ia sudah meludah di bandara Incheon dan berjanji tak akan kembali ke negara ini. Balas dendam pada orang – orang itu pun tak akan ada gunanya.

Paling tidak, Ketua Joo menyarankan agar Je Ha tetap bertahan di JSS sampai akhir. Ini akan menguntungkan ke dua belah pihak.


Je Ha menolak. Sudah lama dia tak tertarik pada dunia ini. Selama tak ada yang menyentuhnya maka tak akan ada yang terluka. Dia akan menghapus emailnya saat pemilu berakhir.

Terpaksa, Ketua Joo pun melepaskan Je Ha.

Saat Gwang Soo menjenguk Yoo Jin, kedunya sama – sama berbicara manis tapi penuh sindiran satu sama lain. Yoo Jin berkata kalau seharusnya petinggi sepertinya tak perlu datang sendiri. Oh, ngomong-ngomong. Kau sering makan cheonggukjang di tempat kami, bukan?

Gwang Soo membenarkan. Mereka sering melakukannya saat Ayah Yoo Jin masih hidup.

“Kita tidak sering makan  cheonggukjang sesering itu belakangan ini. Karena itu bau.” Ujar Yoo Jin.

Gwang Soo tertawa palsu, dia menyindir dengan mengatakan kalau Ayah Yoo Jin dulu juga sangat detail. Dia mempersiapkan presdir muda untuk menjadi penggantinya. Gwang Soo lalu pamit pergi.

Yoo Jin dengan sinis mengiyakan, maaf dia tak bisa mengantarkannya karena kondisinya saat ini.

Gwang Soo merutuk sebal mengatai Yoo Jin adalah wanita tak tahu diri saat sudah keluar.



Je Ha naik lift untuk kembali ke kamarnya. Di lantai 12 pintu terbuka dan Gwang Soo masuk ke dalam lift. Sontak Je Ha melotot kaget melihat wajahnya, dalam ingatannya muncul kilasan saat ia melihat seorang wanita terkapar ditanah. Je Ha buru – buru menghampirinya, memeluk tubuh wanita itu yang kemungkinan besar adalah Naniya. Ia menangis.



Je Ha merebut pistol milik polisi dan menembak mereka. Menendang beberapa bodyguard dan membuat mereka semua tumbang. Tersisa Gwang Soo yang merunduk ketakutan, dia menoleh dan mendapati Je Ha mengarahkan pistol ke arahnya.



2 komentar:

  1. min, siapa ya nama asli dari wanita pemeran ramiah?, saya lihat di profill K2 tidak dilampirkan

    BalasHapus